Teknologi informasi mengalami kemajuan dan perubahan yang cepat, salah satu perubahan yang dapat dilihat yaitu perkembangan internet, karena perkembangannya sehingga internet banyak dimanfaatkan untuk sarana belajar sampai hiburan seperti mengakses berita, menonton hingga memainkan game lewat pc atau gadget, online game menjadi alternatif untuk sekedar mengatasi kebosanan atau menyalurkan hobi. Sejak awal kemunculannya di tahun 70-an dan baru berkembang pada beberapa negara sekitar tahun 80-an, online game belum begitu diminati oleh masyarakat pengguna internet namun, ditahun 2000-an online game mulai memiliki banyak peminat karena perkembangnya sehingga menarik banyak penikmat game.
Online game atau juga bisa disebut dengan internet gaming merupakan fenomena permainan yang sangat popular sejak tahun 2012 dimana lebih dari satu milyar orang memainkan permainan tersebut (Kuss, 2013). Diperkirakan lebih dari lima juta pemain internet gaming tersebar di berbagai belahan dunia dan jumlahnya terus meningkat (Chan & Vordere dalam Hussain dan Griffiths, 2008) terlihat bahwa hingga saat ini online game sudah bukan hal yang baru karena mulai dari anak-anak hingga orang dewasa telah mengenalnya dan bahkan telah memainkan online game itu sendiri.
Pemanfaatan teknologi internet pada internet gaming menunjukkan bahwa internet merupakan fenomena yang memengaruhi dunia dan memberikan manfaat sekaligus pengaruh negatif bagi penggunanya (Young, 2009). Beberapa dekade terakhir ini, istilah dari internet addiction sudah diterima sebagai salah satu jenis gangguan klinis yang membutuhkan penanganan. Young (2009) menjelaskan bahwa internet addiction merujuk pada pemakaian teknologi yang tidak terkontrol dan merugikan. Bentuk-bentuk internet addiction banyak jenisnya, salah satu bentuk internet addiction yang banyak dialami remaja dan dewasa saat ini adalah internet gaming disorder (Young, 2009) yang sebelumnya disebut sebagai computer addiction (Young, 1996).
Fenomena yang terjadi saat ini adalah para remaja yang menolak untuk terlihat kuno memilih untuk bermain online game dan mengikuti tren dari teman-temannya sehingga tanpa disadari beberapa remaja menjadi pecandu game dan menimbulkan permasalahan dalam relasi sosial, pendidikan dan bahkan kesehatan mereka. Remaja yang sudah tergila-gila pada game lebih memilih untuk tetap bermain online game yang disukainya daripada bermain dengan teman sebaya sehingga mengakibatkan remaja kehilangan jati dirinya dan bertumbuh tidak sesuai dengan usianya selain itu motivasi belajar mulai menurun dan membuat mereka lebih memilih untuk menghabiskan waktunya dengan cara bermain online game daripada belajar dan tidak terlepas dari itu masalah yang paling ditakuti adalah para pecandu online game tidak memperdulikan kesehatannya sehingga bukan tidak mungkin jika masalah-masalah kesehatan mulai dari kesehatan fisik hingga mental akan terganggu seperti sakit pinggang dan kepala hingga insomnia (gangguan tidur) dan depresi.
Gejala kecanduan online game meliputi bermain game hampir setiap hari dan memakan banyak waktunya, tidak bisa beristirahat atau menjadi irritable jika tidak sedang bermain game, mengorbankan hubungan sosial demi bermain game, keasyikan dengan bermain game, kehilangan ketertarikan dengan aktivitas lain, menggunakan game sebagai tempat pelarian, dan terus bermain game tanpa memperdulikan konsekuensinya (Young, 2005). Faktor utama yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami gaming disorder adalah karena pada online game terdapat banyak pemain lain yang bisa bermain bersama (Freese, Peter, et al, 2003). Para pemain di seluruh dunia bisa saling berinteraksi satu sama lain melalui game tersebut, sehingga terbentuk apa yang disebut virtual world (dunia maya). Penelitian yang lain menyatakan bahwa orang yang terisolasi dari lingkungannya, cenderung cepat bosan, suka menyendiri, sexual anorexic serta kurang percaya diri adalah orang yang mungkin beresiko menjadi pecandu game (Puspitosari & Ananta, 2009).
Hal ini merupakan perilaku gaming yang dicirikan dengan ketidakmampuan untuk mengontrol diri sehingga perilaku tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan merugikan serta mengganggu aktivitas. Menurut APA (American Psychiatric Association) di dalam (Association, 2013) , Ciri utama internet gaming disorder adalah partisipasi menetap dan berkepanjangan dalam game komputer, terutama jenis permainan kelompok, untuk waktu yang sangat lama. Permainan ini merupakan persaingan di antara kelompok atau pemain-pemain (biasanya berasal dari beberapa wilayah, sehingga aktivitas yang terjadi didorong oleh ketidakbatasan waktu) yang menunjukkan adanya interaksi sosial selama permainan. Faktor permainan dalam tim menjadi kunci di dalam permainan ini, sehingga ketika ditanya mengenai alasan menggunakan komputer, maka mereka akan menjawab untuk menghindari kebosanan dibandingkan berkomunikasi atau mencari informasi (Association, 2013). Menurut Morahan-Martin & Schumacher Internet gaming disorder merupakan salah satu bentuk pemakaian internet yang secara kontinu berkaitan dengan penggunaan internet yang bersifat patologis (Anggarani, 2016).
Obsesi yang terlalu berlebihan pada permainan dan mengarah pada adiksi akan merugikan diri sendiri yang bahkan berakibat kepada penarikan diri dari lingkungan dalam relasi dengan orang lain, agresif, stress, dan prestasi akademik yang rendah selain itu, dampak psikosomatis yang dapat terjadi antara lain masalah tidur dan beberapa masalah psikosomatis lainnya. Simptom Internet Gaming Disorder Kecanduan terhadap internet gaming ini memiliki dua tanda-tanda (simptom) yang pokok (Griffiths & Beranuy dalam Beranuy, dkk., 2013) yaitu:
Data BBC pada tahun 2007 yang dilansir oleh Young (2009) mengungkapkan bahwa internet gaming addiction menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di Cina. Selain di Cina, internet gaming addiction juga termasuk masalah serius di Korea (Hur dalam Young, 2009), dan Taiwan (Lee dalam Young, 2009). Bahkan karena sifatnya yang epidemi, pemerintah Cina hingga mengeluarkan aturan untuk menutup warung-warung internet agar menekan banyaknya remaja yang bermain game online. Prevalensi kejadian pada remaja (15 sampai 19 tahun) pada suatu studi di Asia mengindikasikan terjadinya lima simptom perilaku yang terjadi pada 8.4% laki-laki dan 4.5% perempuan. Young (2009) mengungkapkan beberapa kasus yang pernah terjadi terkait dengan internet gaming disorder.
Agustus, 2005. Pemuda Korea Selatan (28 tahun) meninggal setelah bermain Starcraft selama 50 jam terus menerus (BBC, 2005), diduga meninggal karena terlalu lelah sehingga mengalami gagal jantung. Korea Selatan, sepasang suami istri ditangkap karena menyebabkan meninggal putri mereka (4 tahun) mati lemas. Hal ini terjadi karena sepasang suami istri ini bermain World of Warcraft di warung internet dan meninggalkan anak mereka sendirian di apartemen selama beberapa jam.
Reno, Nevada. Sepasang suami istri, Michael (25) dan Iana Straw (23) dipenjara selama 12 tahun karena kedapatan membiarkan anak mereka, laki-laki yang berusia 22 bulan dan perempuan (11 bulan) hampir mati kelaparan. Pihak berwajib menyebut mereka terlalu sibuk dengan dunia online video game, Dungeons & Dragons series. Bahkan, menurut salah satu petugas rumah sakit yang menangani anak mereka, dia harus bersusah payah merawat kepala anak perempuan mereka karena terkena urin kucing, mengalami infeksi mulut, kulit kering, dan dehidrasi. Anak laki-laki mereka bahkan sudah kelaparan dan infeksi, perkembangan otot yang terlambat menyebabkannya sulit berjalan. Michael Straw adalah pengangguran sedangkan istrinya bekerja paruh waktu di gudang barang, ketika mereka mendapatkan warisan senilan 50 ribu US dollar, mereka lebih memilih untuk membeli perlengkapan komputer dibandingkan merawat anak mereka.
Remaja adalah usia dimana sesorang masih berada pada tahap pencarian jati diri, tahap ini remaja lebih suka menghabiskan waktu dengan teman sebaya dan belum konsisten dengan pilihannya sendiri. Remaja mudah sekali mengalami stres karena masalah pendidikan maupun masalah pribadi dan terkadang para remaja memilih untuk menyalurkan stres yang mereka alami kepada hal-hal baru yang disukai. Ketika remaja mulai tertarik dengan online game dan mencoba memainkannya secara terus-menerus, inilah yang menciptakan adiksi pada seseorang. Game online dapat memicu stres ketika seseorang sudah terobsesi untuk menjadi yang terhebat dalam game yang dimainkan atau sekedar ingin menguasainya tapi, terkadang online game digunakan sebagai strategi coping dari beberapa masalah yang dihadapi.
Motivasi yang banyak ditemukan adalah coping terhadap permasalahan sehari-hari dan pelarian diri, hubungan online, kekuasaan, kontrol, rekognisi, hiburan, dan tantangan (Association, 2013). Berdasarkan beberapa penjelasan dapat disimpulkan beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya internet gaming disorder yaitu dijadikan sebagai media untuk melarikan diri, hubungan pertemanan, lingkungan yang kurang mendukung, rasa malu dan depresi. Game online dijadikan pelarian dari stres yang dihadapi akibat adanya ketidakseimbangan atau perasaan tidak cocok antara individu dengan lingkungan kehidupan nyata sehingga individu memilih untuk memperkuat dirinya dengan menjadikan karakter yang sesuai dengan kemauannya di virtual world (dunia maya) yang diciptakannya sendiri. Oleh sebab itu, individu yang telah mengalami kecanduan game online menarik diri dari lingkungan sosialnya dan tidak memperdulikan aktivitas yang lain dan hanya berfokus pada permainannya (Rho et al., 2018)
Freeman (2008) menjelaskan bahwa perlakuan yang paling tepat untuk mengatasi internet gaming disorder adalah dengan menggabungkan antara farmakologi dan psikoterapi. Kecanduan bukan karena obat tetapi karena internet gaming, sehingga dopamine dan serotinin bisa diberikan. Sedangkan bentuk psikoterpai yang bisa diterapkan adalah melalui cognitive behavioral therapy (CBT).
Online Gaming and Stress Disorders. (2022, May 09). Retrieved from https://paperap.com/online-gaming-and-stress-disorders/